Kamis, 14 November 2019

Cara Menghadapi Cobaan Hidup

 Cara Menghadapi Cobaan Hidup

Oleh Istighfarin
Gambar : Pixabay

Saudara- saudara kaum muslimin rakhimakumullah , didalam surat Al-Ankabut ayat 2 Allah SWT memberikan peringatan

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?( Q.S Al-Ankabut ayat 2)
bahwa mereka tidak  akan dibiarkan saja mengucap aamannaa, dibiarkan kami beriman kepada Allah wahumlayuftanun padahal mereka belum diuji lebih dahulu. Hal ini berarti bahwa seseorang apabila berani mengatakan amanna kami beriman kepada Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk menghadapi ujian, setelah ujian datang baru akan nampak nyata kadar dan kualitas keimanan yang dimiliki oleh seseorang.  Dari hal tersebut timbul pertanyaan, mengapa orang yang beriman yang justru diuji oleh Allah SWT, logikanya tentu ringan saja bahwa yang mengikuti ulangan disekolah tentu anak-anak sekolah, kalau tidak sekolah tentu saja tidak perlu ikut ulangan, makin tinggi kelasnya makin berat soal ulangan yang diberikan kepadanya. Demikian pula dalam kehidupan beragama, justru yang beriman yang mendapat ujian dari Allah SWT. Semakin tinggi nilai kualitas keimannnya, akan semakin berat ujian dan cobaan hidup yang diberikan kepadanya. Nabi kita Muhammad SAW pernah pula memperingatkan, beliau bersabda sesungguhnya ujian yang paling berat adalah yang telah diberikan kepada para nabi-nabi, dibawah itu adalah para auliya kemudian para ulama, bertahap kebawah dan kebawah diuji setiap orang menurut keteguhan dan kekuatannya berpegang kepada agamanya. Jadi semakin teguh kita berpegang pada ajaran agama, semakin dekat kita dengan aturan-aturan agama, semakin berat ujian dan cobaan yang menimpa hidup ini. Maka persolan inilah yang akan kita bicarakan pada peretemuan kali ini tentang cobaan-cobaan yang datang menimpa kehidupan kita. Pokok persoalannya adalah QS Al-baqarah ayat 155,  Allah SWT menjelaskan jenis- jenis ujian yang diberikan kepada kita orang-orang yang beriman, dalam surah tersebut Allah SWT menjelaskan
walanabluwannakum bisyay-in mina lkhawfi waljuu'i wanaqshin mina l-amwaali wal-anfusi watstsamaraati wabasysyiri shshaabiriin
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. ( Q.S Al-Baqarah 155)
dan tentu dan pasti kata Allah kami akan menguji kamu sekalian kami akan mencoba kamu sekalian dengan sebagian kecil rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Ada lima macam jenis ujian yang dijelaskan dalam surah tersebut.
Yang pertama walanabluwannakum bisyay-in mina lkhawfi, kami uji kamu coba kamu dengan sebagian kecil dari rasa takut, setiap manusia terlahir dengan membawa dua sifat yang kontroversil. Akan disebut apa seseorang bergantung pada sifat mana yang lebih menonjol di dalam dirinya, tiap orang punya rasa berani tiap orang juga punya rasa takut. Kalau beraninya lebih besar daripada takutnya ia dinamakan pemberani, tapi kalau takutnya lebih besar dari pada beraninya ia dinamakan penakut. Tapi yang jelas 2 sifat kontroversil ini memang ada di dalam diri manusia. Akan diuji kamu sekalian dengan sebagian kecil rasa takut, takut yang kadang-kadang tidak beralasan. Yang kaya takut jatuh miskin, yang punya jabatan takut kehilangan jabatan dan pengaruhnya, yang pada akhirnya yang hidup pun menjadi takut mati. Sesuatu yang sungguh tak beralasan dan menimbulkan kegelisahan didalam kehidupan. Mari kita lihat dampak yang ditimbulkan oleh rasa takut ini. Ada orang kaya yang takut jatuh miskin, akibat rasa takutnya ini, pertama iya menumpuk-numpuk harta sebisa-bisanya dengan menghalalkan segala macam cara, tidak peduli halal haram, tidak mengerti haq dan batil, atau haq pantas yang makruf dan munkar tercela, yang penting ia bisa menumpuk-numpuk harta, bisa menimbun-nimbunnya tidak cukup untuk dirinya sendiri, kalau perlu anaknya sudah dipersiapkan untuk jadi orang kaya, cucunya sudah disipakan jdi orang kaya, anak cucunya,cucu cucunya seluruhnya ia takut jatuh miskin. Kemudian akibat dari rasa takut ini, ia pun terjebak kedalam penyakit baqil bin pelit alias kikir. Tidak sedikitpun tergerak hatinya untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang memang memerlukannya. Termasuklah ia ke dalam apa yang di peringatkan, orang-orang yang menumpuk-numpuk harta kemudian menghitung-hitungnya, dia menyangka bahwa hartanya akan dapat mengekalkan kehidupannya didunia ini, dia menyangka bahwa hartanya akan dapat mengekalkan kebahagiaannya di dalam kehidupan ini. Maka kerjanya hanya menumpuk dan menumpuk,dan dia sangat takut untuk jatuh miskin. Saudara – saudara kaum muslimin rakhimakumullah  lalu yang kebetulan punya jabatan takut kehilangan kedudukan dan pengaruhnya , maka ia akan melakukan segala cara dan jalan untuk menjaga keamanan dan ketengangan dari jabatan yangs sedang didudukinya, hilang kesadaran bahwa jabatan adalah amanah, hilang pengertian bahwa kedudukan adalah alat untuk berbuat baik dan mengabdi kepada sesamanya, yang ada pikirannya adalah bagaimana menjaga kedudukan dan pengaruhnya agar tetap ada dalam dirinya, segala cara pun dilakukan dan kadang-kadang ia kehilangan kontrolnya,kemudian pada akhirnya manusiapun di landa oleh  perasaan takut mati, sungguh tidak beralasan sama sekali. Karena mati adalah kewajiban bagi semua yang bernama hidup, mati adalah merupakan suatu pintu yang setiap orang akan masuk kedalam pintu itu, bahkan mati sesungguhnya merupakan nasihat di dalam kehidupan kita. Saudara- saudara kaum muslimin rakhimakumullah yang kaya takut miskin, yang punya jabatan takut kehilangan jabatan, kedudukan dan pengaruhnya, dan pada akhirnya hiduppun menjadi takut mati. Sesunggunnya takut-takut yang sungguh tidak beralasan sama sekali, jika orang kaya takut jatuh miskin itu kemudian dia menghalalkan segala macam cara untuk menumpuk kekayaannya yang tidak akan habis selama tujuh turunan kemudian diiringi dengan sifat bakhil, sifat tertutup, sifat berpangku tangan melihat kesulitan dan penderitaan orang lain, maka sesungguhnya ia tidak merasa bahwa harta merupakan titipan dari Allah SWT, bahwa dia merupakan alat dan bukan merupakan tujuan didalam kehidupan ini. Takut miskin merupakan suatu oenyakit yang mengakibatkan orang lupa diri dan lupa daratan, takut kehilangan kedudukan dan pengaruh juga adalah penyakit yang menyebabkan orang menghalalkan segala macam cara untuk menjaga kedudukan dan jabatannya, dan takut mati adalah sesuatu yang tidak beralasan sebab siapa yang berani hidup harus berani pula menghadapi mati, yang takut mati tidak usah hidup saja, karena mati adalah kewajiban bagi semua orang yang hidup, oleh karennya rasa takut yang tidak beralasan sesungguhnya merupakan ujian, untuk menguji nilai-nilai keimananan yang ada di dalam diri seorang hamba. Orang kaya diuji dengan hartanya, pejabat diuji dengan kedudukan dan pengaruhnya,manusia hidup diuji dengan akan datangnya mati yang menjemput kehidupannya.menghadapi ujian-ujian semacam ini, maka marilah kita menyadari yang kaya tidak perlu takut miskin, dari Allah harta itu datang, kepada Allah harta itu akan kembali, yang punya kedudukan dan pengaruh tidak perlu takut kehilangan kedudukan dan pengaruhnya, karena jabatan sesungguhnya merupakan amanah dari Allah  SWT yang harus dianggap sebagai kesempatan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya.
Ujian  yang kedua waljuu'i , akan kami uji kamu dengan rasa lapar, kelaparan belum tentu identik dengan kemiskinan, bahkan didalam surah an-nahl ayat 12 Allah SWT memberikan contoh yang sangat nyata dan  jelas. Allah memberikan contoh, bagaimana keadaan suatu negeri yang makmur, aman, tenang, tentram, rezekinya datang dari segala arah, tapi sayang sekali penduduknya kufur dengan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka, akibatnya Allah timpakan kepada mereka kelaparan dan ketakutan sebagai akibat dari apa yang telah mereka lakukan. Marilah kita melihat contoh-contoh  dalam al quran ini untuk melakukan intropeksi di dalam diri dan kehiduoan kita. Adalah suatu keberuntungan bahwa kita sebagai manusia dijadikan Allah sebagai khalifahnya  dipermukaan bumi ini, yang ditugaskan untuk membudidayakan alam, mengelola dan mengambil manfaatnya bagi sebesar-besar manfaat di dalam kehidupan kita, dijadikannya bumi untuk tempat tinggal kita sebagai hamparan dimana fasilitas dan kebutuhan hidup kita tersedia, tinggal lagi kita pandai-pandai mengelolanya, apalagi buat kita muslim yang tinggal dipersada nusantara Indonesia tercinta ini. Suatu negara yang orang katakan untaian jamrud katulistiwa, yang hijau ranau subur, makmur melahirkan slogan dengan kata gemah ripah lohjinawi, tata tentrem, kerto raharjo. Negara yang demikian subur, negara yang demikian indah, hijau ranau ini, apabila kita terkena penyakit kufur kepada nikmat yang diberikan Allah kepada kita, dia tidak akan mendatangkan ketenangan, dia tidak akan mendatangkan kesejahteraan, bahkan boleh jadi menimbulkan kekacauan ketidaktenangan dan kelaparan ditengah negara yang subur makmur. Inilah yang sangat menyedihkan, kenapa ini semua ini bisa terjadi ? orang kufur terhadap nikmat yang diberikan Allah SWT. Diberikan negara yang indah, subur, makmur, hijau ranau tapi dikelola dengan cara yang brutal dan membabi buta, menguras sumber daya alam melampaui sebagaimana yang seharunya sehingga memperkosa keadaan alam itu sendiri, hutan dan belukar yang ditebang secara liar dan sembarangan akan melahirkan gurun-gurun pasir yang gersang dan tandus, sehingga dengan demikian maka akan mengakibatkan malapetaka bagi kehidupan manusia itu sendiri, begitu juga percobaan-percobaan ilmu pengetahuan yang mengundang dan mengandung reaktor-reaktor nuklir akan memberikan luka kepada alam itu sendiri, yang mengakibatkan akan kembali merugian kepada makhluk bernama manusia. Saudara-saudara kaum muslimin rakhimakumullah jadi dengan demikian di dalam negara yang demikian subur, hijau, ranau, dan makmur bisa saja terjadi kelaparan apabila kita ingkar, tidak mau bersyukur terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada kita, kita kelola alam ini seenak perut kita saja dengan tidak memikirkan akibatnya dikelak kemudian hari nanti. Kita ambil satu contoh orang-orang tua kita dulu, pada umur 60 th, 70 th kalau dia menanam kelapa, kalau kita tanya “kek, buat  siapa menanam kelapa? Jawabannya pasti untuk anak-cucu saya dibelakang kemudian hari. Orang yang bisa menanamkan sesuatu untuk generasi yang akan datang itulah orang tua yang bijaksana, tapi orang yang menanam sesuatu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri saja, maka itulah orang yang hanya mementingkan diri sendiri atau egois tapi lebih celaka lagi orang yang mau melakukan sesuatu yang akan meninggalkan akibat bagi generasi yang akan datang, akibat yang tidak baik itulah orang yang aniaya, orang yang dzalim dalam kehidupan kita. Bumi tempat kediaman  manusia tinggal bukan satu wujud yang tanpa batas, pernahkah kita membayangkan, hanya satu bumi untuk dihuni oleh 5 milyar lebih dari makhluk bernama manusia, yang kadang-kadang pertumbuhan sarana untuk menunjang kehidupan tidak sepesat pertumbuhan jumlah makhluk bernama manusia itu sendiri. Oleh karena itu kita dituntut untuk pandai-pandai mengelola, membudidayakan alam ini dengan tetap menjaga keseimbangannya sehingga bahaya kelaparan yang merupakan ujian didalam kehidupan Insyaa Allah tidak akan kita temukan di dalam kehidupan kita. Saudara-saudara kaum muslimin rakhimakumullah, hal ini kelaparan dalam artian satu bangsa, bisa juga kelaparan dalam artian dalam kehidupan pribadi daripada manusia. Hidup ini kata orang berjalan bagaikan roda pedati, sekali tempo kita naik keatas, lain saat kita turun kebawah, ada saatnya kita jaya, ada saatnya kita pun mengalami kemunduran, oleh karena itu pasang surut kehidupan ini membuat orang seharusnya sadar, bahwa pasang surut itu tidak harus menyebabkan pasang surutnya Ia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Kelaparan boleh jadi merupakan ujian untuk menguji nilai-nilai keimanan sesorang. Apabila dalam kondisi lapar imannya mantap, imannya teguh , imannya kuat, maka dalam kondisi dimana perutnya tidak lapar, tentu iman itu akan lebih bertambah mantap lagi. Kalu orang perutnya kenyang , berisi penuh lalu imannya stabil kemudian saat kelaparan imannya pun mengalami penurunan. Maka disitu nyata disaat ia diuji dengan kelaparan kualitas imannya ikut menyurut, mundur kebelakang dan mengalami proses degradasi, proses peluncuran dan penurunan. Oelh karenanya marilah kita menyadari  Allah SWT senantiasa memeberikan yang terbaik kepada kita bersama. Kelaparan, apabila kita terima dengan sikap lapang dada,tidak akan menyebabkan kita jadi berbuat nekat, tetapi kita tetap dalam kontrol, dalam keadaan stabil, tidak keluar dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif, bagaimanapun kita ingin membela dan mempertahankan kelangsungan hidup, bagaimanapun juga kita ingin menjaga kelangsungan perut, tapi kita tidak keluar dari norma-norma dan kaidah-kaidah yang telah ditentukan di dalam kehidupan beragama. Inilah cobaan yang kedua yang ada dijelaskan di dalam al baqarah ayat 155 berupa keluparan.
Yang ketiga adalah mina l-amwaali kekurangan harta dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan ujian dari Allah SWT untuk menguji sejauh mana kekuatan iman yang kita miliki di dalam kehidupan, tetapi sesungguhnya kekayaanpun hakikatnya juga merupakan ujian dalam kehidupan. Namun  umumnya manusia akan merasa lebih diuji jika dia miskin dari pada saat diuji dengan jikalau dia menjadi orang kaya. Pada sisi lain kenyataan mengatakan banyak orang lulus diuji ketika diuji dengan kemiskinan, tetapi gagal berantakan ketika diuji dengan kekayaan. Kemiskinan pun apabila kita lihat dari segi kehidupan banyak macam bentuknya, ada kemiskinan dibidang ilmu pengetahuan, kemiskinan dan kebodohan merupakan dua saudara yang seakan-akan sekandung. Kemiskinan bisa mebimbulkan kebodohan, kebodohan bisa menimbulkan kemiskinan, tapi yang paling celaka sudah miskin bodoh pula.yang kedua miskin akhlak, hal ini lebih parah lagi dari miskin ilmu,karena menyebabkan orang kurang hajar, tidak punya budi pekerti, sehingga dengan demikian miskin akhlak lebih bahaya dari pada miskin ilmu. Adapun yang dimaksud dalam ayat ini adalah miskin harta. Imam Ali karamahuwajaha pernah memberikan suatu peringatan boleh jadi kemiskinan mendekatkan orang kepada kekufuran, dengan kata lain kemiskinan biasanay bisa membuat orang nekat, kalau sudah nekat maka bukan hanya harga diri yang dijual, keluarga yang dijual, bukan hanya nilai materi yang dimilkinya yang terjual, bahkan iman dan kenyakinannya, akidah dan pandangan hidupnyapun tidak akan segan-segan digadaikannya dijualnya untuk mengatasi kemiskinan. Padahal selalu diingatkan pandangan dan keyakinan iman sesungguhnya merupakan intan paling mahal , mutiara paling berharga di dalam kehidupan kita. Maka kemsikinan merupakan ujian, banyak orang kebal berhadapan dengan segala macam cobaan, tapi pada saat diuji dengan kemiskinan ia tidak tahan diri, ia tidak sanggup mempertahankan iman dan aqidahnya, maka aqidah yang satu-satunya ikut terjual. Marilah kita menyadari bahwa kemiskinan yang diberikan kepada kita merupakan ujian yang dieberijan Allah kepada kita untuk menguji nilai-nilai keimanan kita.
Yang keempat adalah wal-anfusi, kekurangan jiwa atau kematian, saudara-saudara kaum muslimin rakhimakumullah, yang hidup takut mati, padahal semua makhluk hidup haruslah mati. Bagaiamanapun kita takut mati, bisakah kita menghindarkan diri dari nya? bagaimanapun kita tidak ingin bertemu dengan malaikat maut, bagaimana kita bisa menghindar ? kemana kita akan lari apabila dia sudah datang menjemput nyawa. Karena itu memang ada satu prinsip yang dijelakan oleh para ulama kita  iskariman aumut syahidan, mati dan hidup dua hal yang tak terpisahkan, oleh karenanya kalau memang hidup, hiduplah secara mulia, kalau mati maka matilah secara syahid. Hidup mulia atau mati syahid ! jangan terbalik hidup sia-sia mati konyol. Nilai yang tidak ada artinya, alangkah mulia hidup yang berisi kemuliaaan dan alangkah indahnya mati dalam nilai syahid. Mati sesungguhnya juga merupakan ujian untuk menguji sejauh mana persiapan yang sudah dilakukan dalam kehidupan ini untuk menyambut dan tidak sekedar untuk menyambut tapi juga untuk mengarungi kehidupan sesudah kematian itu sendiri. Sebab kematian bukan akhir dari segalanya, kematian merupakan suatu pintu dimana kita akan masuk didalamnya, akan berjalan kembali menelusuri fase-fase kehidupan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Pembicaraan mengenai kematian inipun bisa kita evaluasi, ada yang takut mati usahanya, ada yang takut mati karirnya, ada yang takut mati rezekinya, ada yang takut mati batinnya, ada yang takut mati jasmaninya, dan sebagainya.
Yang kelima watstsamaraati, kekurangan buah-buahan bisa berarti paceklik ini juga bisa diartikan orang kufur kepada nikmat yang diberikan Allah SWT, orang jauh dari petunjuk-petunjuk agama, merasa segala kemampuan bisa dipecahkan dengan otaknya, hilang segala ketergantungannya kepada Allah SWT, maka usahanya bisa berakhir dengan yang tidak diharapkan. Seperti contohnyatanya tikus yang meggarap sawah menyerbu padi, ulat menyerbu pohon jambu, angin topan, puting beliung, gempa bumi. Itu sudah proses diluar kemampuan manusia untuk mendeteksinya bahwa setiap manusia sadar dan berusaha sesuai keterikatannya dengan hukum alam, kepada sunnatullah, maka ia harus punya sandaran vertikal kepada Allah SWT. Agar saat usahanya berhasil ia tidak lupa diri dan daratan, dan apabila usahanya ternyata gagal ia tidak menjadi putus asa, buruk sangka, sempit hati, cupit pandangan. Cobaan datang dari Allah SWT berupa kekurangan buah alias paceklik.
Menghadapi 5 macam cobaan ini, apa konsep dan jalan keluarnya ? kalimat selanjutnya dalam surah tersebut menjelaskan wabasysyiri shshaabiriin.  Menghadapi macam-macam ujian dalam hidup baik rasa takut, kelaparan, kemiskinan, kurang jiwa, dan kekurangan buah-buahan dengan gembirakan orang-orang yang sabar. Siapa orang yang sabar ?
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".( Q.S Al-Baqarah ayat 156)
Bukan hanya sekedar ucapannya tapi penghayatannya kepada filsafat yang terkandung dalam kalimat tadi. Kalau suatu saat kita akan kehilangan harta yang kita miliki, kenapa tidak berpikir innalillahi wa innalilaihi rojiun, bahwa dulu ketika kita lahir di dunia ini tidak ada harta yang saya bawa, kalau sekarang harta itu hilang maka innalillahi wa innnailahi rojiun. Begitu pula jika kehilangan  jabata dan kedudukannya, keluarga yang meninggal.  Maka jika banyak ujian bertumpu menimpa jika berpegang pada pedoman kalimat tersebut rasanya tidak ada lagi yang membuat kita goyah, karena pondasi yang membuat kita berdiri sudah  demikian kokoh dan kuat. Keyakinan ini akan menanamkan kelapangan jiwa, dari kelapangan jiwa maka akan tertanam ketenangan dan ketentraman dan jauh dari rasa takut. Inilah jalan keluar bahwa segala yang datang dari Allah akan kembali kepada Allah. Semoga dengan sikap ini kita akan lapang dada menghadapi ujian, dan akan semakin tangguh iman dan aqidah kita menghadapi cobaan yang datang menimpa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us